Pages

Selasa, 11 Oktober 2011

karena kami, bukan cuma segenggam angan tak bertujuan

Bogor menyambut datangnya pagi,
27 April 2009

(bintang-bintang merayu, teratur dalam kesemrawutannya. diiringi langit yang membiru, membiru dalam kepekatannya).


pagi ini
saya duduk di puncak tertinggi rumah saya,
terinspirasi akan sebuah cerita

"I have a dream"
kata-kata ini dilontarkan Marthin Luther dalam sebuah pidatonya dahulu kala
beliau bermimpi, bahwa suatu saat orang kulit hitam akan duduk berdampingan bersama orang kulit putih.
dulu hal itu mustahil, karena perbedaan ras yang saat itu menonjol, atau lebih tepatnya ditonjol-tonjolkan.
dan orang-orang hanya menganggapnya pemimpi di siang bolong.

waktu berlalu dan berpihak pada sang pemimpi.
entah bagaimana prosesnya, mimpi itu terwujud menjadi realita.
dan sekarang, bahkan ada orang kulit hitam menjadi pemimpin bagi bangsa kulit putih, bukan?

ini nyata
bukan mustahil, mimpi di siang bolong berubah menjadi fakta di pagi buta.
"hidup ini bukan rangkaian kemustahilan, kan?" (*PRIE GS)

dan di bumi yang sama ini kami berpijak,
di kolong langit yang sama kami bernaung.
kami punya jutaan mimpi, dan milyaran angan.
yang tidak hanya kami citrakan dalam pejaman mata,
namun juga kami usahakan dalam realita.
angan kami tak serupa, namun beraneka.
mimpi ini kami gantungkan, tinggi, setinggi tangan kami bisa mengaitkannya,
kami tidak pernah gentar,

dan teman kami pernah bilang,
"gantungkan cita-cita kamu setinggi langit, setidaknya kalau kamu jatuh, kamu pernah melihat bintang" (*Deno Yudha)

namun tak jarang kami terjatuh,
terjatuh bahkan saat kami berada pada titik kulminasi.
kami terjatuh sejatuh-jatuhnya, sesakit-sakitnya.
ya, kami memang melihat bintang itu, menari indah dalam konstelasi,
namun tetap saja rasanya sakit,

dan disitulah kami berada saat itu,
tersungkur dalam lembah kesuraman,
tenggelam dalam danau kekecewaan,
terkubur dalam pasir ketidakpastian.

kami penat, kami jengah, kami marah.
dan ada saat kami memutuskan untuk berpaling,
tapi itu malah membuat kami tenggelam makin dalam,
membuat kami terdorong jauh dari tangan Tuhan,

angin berbisik, semesta berucap
"bukankah Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, melainkan kaum itu sendiri yang merubahnya?"(*Q.S. Ar-Ra'du, 13;11)

(bebintang perlahan undur diri, disubstitusi oleh jingga yang menyeruak)

diri ini memang belum sejatinya tangguh
raga ini memang belum sepenuhnya utuh
hati ini masih begitu rapuh
namun kami harus bangun, bangun dari ketidakberdayaan kami,
untuk melihat senyum tertoreh pada orang yang kami kasihi
untuk melihat dada yang membusung pada orang yang kami sayangi

kami tidak ingin,
hanya sekedar menjadi prolog pada opera tak bernuansa,
atau menjadi preambule pada prosa tak beralinea,
apalagi hanya sekedar menjadi intro pada musik tanpa nada.

dan kami pun bangkit,
kami menolak untuk pasrah, membantah untuk menyerah, dan berharap dengan gairah.

"Our greatest glory is not in never falling, but in rising everytime we fall" (*Confucius)

bukankah tidak ada yang namanya berhasil, jika kamu tidak pernah gagal.
ya, kita hanya harus terus berpikir, terus bermimpi, dan terus berlari untuk mengejarnya
tidak peduli kami hanya bisa menghitung satu ditambah satu sama dengan dua,
atau kami telah bisa membedakan antara berpikir dengan otak atau berpikir dengan hati
kami percaya
"kemampuan manusia itu ada batasnya, namun usahanya tidak" (*Ismi Nurhayati)

bukankah kelebihan manusia adalah karena manusia punya akal, pikiran, dan cita-cita?
tidak seperti hewan yang berputar dalam siklus yang itu-itu saja,
hari ini makan, besok dimakan. hari ini kawin, besok melahirkan.
lantas jika kita tidak berpikir dan bercita-kita, kita mau disebut apa?
hanya seonggok daging yang punya nama?

dan sekarang, yang kami butuhkan adalah ini
"Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu.
Dan sehabis itu, yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,
tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,
leher yang akan lebih sering melihat ke atas,
lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja,
dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,
serta mulut yang akan selalu berdoa.
Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan serta mengejarnya,
bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah akan keadaan"

(*5 cm, Donny Dirghantoro)

dan pada ujungnya, biar Tuhan yang berkarya,
"manusia itu wajib berusaha, tapi tidak wajib untuk berhasil" (*Muhammad Azhar)

(matahari pun menyapa pagi)

dan disini, saat ini, dibawah siraman mentari pagi
kami bersaksi, bahwa kami akan terus berlari meraih angan dan mimpi,
berlari, sejauh kaki kami masih bisa menyentuh bumi.
sebanyak keringat kami masih bisa membasahi,
dan berlari, secepat pikiran kami masih kuasa berrotasi.

just beat your best, then let God play the rest.

we'll fight, then we will always win (*mereka yang percaya, bahwa 'tidak mungkin' itu tidak pernah ada)

ya, kami percaya kami bisa.

karena kami, bukan cuma segenggam angan tak bertujuan..


(sebuah catatan yang dibuat menjelang pagi, di atap genting tanpa alas kaki, bermandi cahaya bintang)




sumber : http://fadlanmauli.blogspot.com/2011/08/my-masterpiece.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar